Deskripsi
Lokasi: Jalan Simongan No.129, Bongsari, Kota Semarang, Jateng 50148
Map: Klik Disini
HTM: Rp.8.000/Orang (Regular), Rp. 28.000/Orang (Terusan)
Buka Tutup: 08.00-22.00 WIB
Telepon: 0247-605-277
Harga Tiket Masuk❤️
Untuk harga tiket masuk regularnya sendiri, sebenarnya cukup murah yakni hanya dikenakan 8 ribuan saja perorangnya.
Namun tentunya dengan tiket ini anda tidak bisa seenaknya masuk kebagian dalam kuil, sementara bagi anda yang ingin mengeksplor lebih jauh, perlu merogoh kocek lebih dalam yakni sebesar 28 ribuan untuk htm perorangnya.
Buka Jam Berapa❤️
Bagi yang penasaran jam berapa Klenteng SamPo Kong ini beroperasi, klenteng ini sendiri mulai beroperasi dengan jam buka sejak 8 pagi dan tutup sampai pukul 10 malam WIB, setelah tiba disini sayang rasanya bila anda tidak mengeksplorasi ke seluruh Klenteng yang ada di dalam kawasan ini.
Sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi & mengakui keanekaragaman suku, budaya & agama.
Tentunya menjadikan Indonesia sebuah negara yang kaya akan Bahasa, seni budaya & juga keberagaman yang memerlukan toleransi tinggi dalam penerapan di kehidupan sehari-hari agar keharmonisan tetap terjaga.
Meski pada awalnya Indonesia hanya mengakui 5 agama yakni Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu & Buddha.
Namun pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid yang kerap di sapa Gusdur, Indonesia menambah 1 lagi agama yang di akui oleh negara yakni agama Kong Hu Cu.
Bila Islam memiliki Masjid & Mushola sebagai tempat beribadahnya, Kristen baik Katolik maupun Protestan dengan Gereja & Kapelnya, Hindu dengan Pura & Buddha dengan Vihara, maka Kong Hu Cu pun tak ketinggalan dengan Klentengnya.
Naah pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu tempat ibadah milik Kong Hu Cu namun didirikan oleh seorang Laksamana beragama islam, unik bukan?
Penasaran seperti apa Temple yang satu ini & siapa Laksamana yang dimaksud? Mari kita simak rangkuman informasi hingga akhir artikel ini!.
Sekilas Sejarah❤️
Kelenteng Sam Po Kong atau yang dulu bernama GedungBatu sangat lekat dengan kisah legenda Laksamana/Jenderal Zheng, sebab sejatinya tempat ini merupakan sebuah tempat petilasan.
Dari persinggahan serta pendaratan yang dilakukan untuk pertama kalinya oleh seorang Laksamana Tiongkok yang bernama Zheng He atau lebih sering di sebut Cheng Ho yang ternyata beragama islam.
Penamaan Gedung Batu sendiri karena bentuk bangunannya merupakan sebuah Goa yang berbentuk Batu besar dengan lokasi yang terletak pada bukit batu.
Sehubungan gaya arsitekturnya masih menyadur bangunan cina, maka orang Indonesia yang merupakan keturunan cina menganggap bangunan tersebut sebagai kelenteng.
Petilasan ini berada di daerah Simongan, atau lebih tepatnya berada pada bagian barat daya dari Kota Semarang.
Salah satu bukti bahwa Laksamana Zheng adalah beragama islam yakni dengan penemuan tulisan yang mana ketika di artikan memiliki arti “mari kita mengheningkan cipta, dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an”.
Bila ditilik dari cerita & sejarah yang ada, Laksamana Cheng yang kala itu tengah melakukan perjalanan menuju berbagai negeri di daerah barat,yang tak hanya mengemban misi perdagangan namun juga untuk meningkatkan kewibawaan dari Dinasti Ming.
Sejarah mencatat bahwa Kelenteng SamPoKong dulunya merupakan tempat beribadah bagi Laksamana Zheng & juga awak kapalnya yang sebagian besar sudah beragama islam & mendirikan bangunan masjid sebagai tempat beribadah mereka.
Sebagian besar masyarakat pasti bertanya-tanya mengapa & apa alasannya armada dari Laksamana Cheng ini bisa berlabuh di Semarang?
Jawabannya ialah karena pada ekspedisi pertama yang kala itu dilakukan Pada abad 15 & tengah mengarungi pantai utara dari Pulau Jawa, wakil dari Laksamana Cheng yakni Wang Jing Hong mendadak sakit keras & perlu pengobatan.
Akhirnya laksamana memerintahkan armadanya untuk berlabuh di Pelabuhan yang kini kita kenal dengan nama Simongan & sudah menjadi tempat yang padat penduduk.
Selepas berlabuh, Cheng Ho beserta awak kapalnya menemukan sebuah gua, yang akhirnya di pergunakan sebagai tempat untuk beristirahat & juga merawat Wang Jing Hong dari sakitnya.
Tak hanya itu, akhirnya awak kapal Laksamana Cheng membangun pondokan kecil lengkap dengan Masjid, di bagian luar gua untuk dipergunakan sebagai sarana ibadah bagi awak kapal Cheng yang beragama islam sementara Laksamana Cheng Ho sendiri terus merebus & meracik obat tradisional untuk kesembuhan Wang Jing Hong.
Sepuluh hari kemudian selepas Wang sudah berangsur pulih & membaik, Cheng Ho memutuskan untuk meneruskan perjalanannya menuju Barat & meninggalkan awak kapal sebanyak sepuluh orang guna membantu menjaga kesehatan Wang, tak lupa dengan perbekalan bagi mereka & juga sebuah kapal.
Namun selepas Wang terlepas dari penyakitnya, nampaknya Wang Jing Hong jatuh cinta & kerasan tinggal di daerah Semarang. Dibawah kepemimpinnya, bersama sepuluh awak kapal yang masih bersamanya, ia membuka tanah serta mendirikan beberapa rumah.
Sementara Kapal yang memang disediakan oleh Laksamana Cheng agar mereka dapat menyusul armada lainnya menuju Samudera Barat, justru dipergunakan sebagai sarana berdagang menuju daerah-daerah terdekat yang kebetulan ada di sepanjang garis pantai di Pulau Jawa.
Merasakan hal yang sama dengan Wang, rupanya awak kapalnya pun juga tertarik & kerasan untuk tetap tinggal di Semarang.
Akhirnya mereka menikahi beberapa wanita yang kebetulan penduduk pribumi setempat & menjadikan kawasan yang ada pada sekitar gua tak hanya ramai namun juga makmur karena semakin hari kian banyak masyarakat pribumi yang turut bergabung untuk bercocok tanam disana.
Sebagaimana sang Laksamana Cheng Ho, rupanya Wang Jing Hong pun adalah seorang muslim taat & beliau sangat giat & begitu bersemangat dalam menyebarkan agama Islam ke berbagai kalangan masyarakat setempat maupun penduduk Tionghoa.
Tak hanya soal agama, Wang pun mengajarkan perihal bercocok tanam dengan berbagai pengetahuan yang ia miliki guna mendapatkan hasil yang baik.
Setelahnya Wang Jing Hong pun tutup usia pada umur ke 87 tahun, sementara jenazahnya langsung dimakamkan dengan cara Islam yang saat ini berada di bagian dalam kompleks kuil Sam Poo Kong.
Berkat jasa yang telah banyak ia berikan, Wang Jing Hong mendapat julukan yakni Kyai Juru Mudi, Dampo Awang.
Setelah melalui masa ratusan tahun, tepatnya pada bulan Oktober di tahun 1724 upacara besar-besaran di selenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur & terima kasih pada SamPo Tay Djien sekaligus perayaan pembangunan kuil & penambahan pembangunan latar.
Namun pada 1704 atau 20 tahun sebelumnya, tersiar kabar bahwa gua yang biasa dipergunakan sebagai tempat semedi oleh Sam Po sempat runtuh akibat disambar petir.
Tak perlu waktu lama karena, di bagian dalam gua tersebut akhirnya ditempatkan patung Sam Po beserta 4 orang anak buahnya dari Tiongkok & proses pembangunan kembali.
Saat ini tempat tersebut beralih fungsi sebagai tempat peringatan serta pemujaan yang biasanya di lakukan umat kong hu cu ketika bersembahyang maupun berziarah.
Sebagai pelengkap keperluan ibadah, akhirnya pada bagian dalam gua batu diberi sebuah altar & juga beberapa patung SamPo Tay Djien.
Meski sang Laksamana cheng merupakan seorang muslim, namun perlu dimaklumi bahwa dalam kepercayaan di agama Kong Hu Cu, orang yang telah meninggal mampu memberi pertolongan & di anggap sebagai dewa.
Sayangnya bangunan yang penuh sejarah tersebut, kini sedikit demi sedikit terkena pendangkalan, yang memang terjadi akibat proses alam pada pantai utara di pesisir jawa.
Pantai di pesisir utara ini secara terus menerus mengalami sedimentasi, sehinga lama kelamaan, daratan yang ada di Semarang akan semakin luas pada bagian utara.
Klenteng Sam Poo Kong ini bahkan telah terkenal hingga mancanegara & telah ditetapkan oleh Tiongkok sendiri, melalui pemerintahnya dengan tujuan wisata yang patut dikunjungi oleh warga negaranya.
Yang tak kalah unik yakni tujuan wisata ini, mendapat nuansa budaya islam, bukan budaya Tiongkok yang memang lekat dengan berbagai dupa dan lilin.
Sebab warga provinsi Yunnan sendiri sangat akrab & mengenal baik bahwa sang Laksamana Cheng Ho, merupakan panglima perang utusan dari Tiongkok yang merupakan warga keturunan Persia dengan latar belakang Islam.
Bahkan sunan muria pun sempat dihubung-hubungkan dengan naskah tiongkok kuno yang ada di tempat ini, nah bagi anda yang ingin membaca kisah selengkapnya mungkin dapat mencari buku biografi riwayat hidup dari Laksamana Zheng ho.
Keunikan Bangunan❤️
Gaya bangunan & gerbang dari Klenteng Sampokong serta warna cat yang dominan merah, sangat mencerminkan bangunan & gaya arsitektur yang memang bernuansa Tiongkok.
Terlebih pada beragam ornament & fasilitas yang telah ditambahkan oleh warga Kong Hu Cu yang tinggal di daerah tersebut, guna keperluan sembahyang, menjadikan nuansa islami semakin terkikis & hanya menyisakan peninggalan beberapa tulisan yang bernada islami saja.
Komplek bangunan dari Klenteng Sam po Kong ini sendiri, terdiri dari beberapa anjungan yakni Klenteng Besar serta gua SamPo Kong, kemudian ada Klenteng ThoTee Kong serta empat tempat yang dipergunakan sebagai tempat memuja (Kyai Juru Mudi, kemudian Kayai Jangkar, mbah Kyai Tumpeng dan Kyai Cundrik Bumi).
Bangunan Klenteng Besar serta gua ini, merupakan bangunan terpenting serta sentra dari kegiatan yang berlangsung di tempat ini. Di Gua ini terdapat sebuah mata air yang konon merupakan petilasan Zheng He (SamPo Tay Djien) yang katanya tak pernah mengering.
Bentuk bangunan dari klenteng ini, sebagaimana bangunan bernuansa tiongkok pada umumnya dengan bentuk bangunan tunggal yang memiliki atap susun, bedanya Klenteng SamPoKong dengan klenteng yang lain ialah, disini tidak tersedia serambi terpisah untuk bagian pemujaan Sam Po yang berada pada ruangan bagian tengah.
Bagi anda yang tengah berkunjung ke Klenteng yang satu ini, jangan bingung ketika mendengar nama bangunan disini cukup unik yakni Kyai Juru Mudi, kemudian Kayai Jangkar, mbah Kyai Tumpeng dan Kyai Cundrik Bumi.
Hal ini berlandaskan pada benda-benda yang ditemukan dari kapal peninggalan Laksamana Zheng.
Untuk contohnya sendiri, penamaan bagi Kyai Cundrik Bumi ini, berlandaskan pada penemuan tempat berbagai jenis persenjataan yang pada kala itu ditujukan untuk mempersenjatai para awak kapal.
Sementara penamaan Kiai / Nyai Tumpeng, berkaitan dengan penemuan berbagai bahan makanan di kapal sementara Kiai Djangkar tentunya berhubungan dengan penempatan jangkar kapal.
Sedangkan penamaan Mbah Djurumudi sendiri dipercaya karena bangunan tersebut merupakan makam dari para juru mudi kapal armada zheng, hal ini pun bukan tanpa alasan maupun landasan yang kuat.
Sebab pada bagian dalam bangunan tersebut, terdapat hiasan patung yang menceritakan bagaimana perjalanan dari Laksamana Zheng bersama awaknya hingga tiba di Pulau Jawa serta berbagai lukisan termasuk pada bagian permukaan dua pilar yang ada di bangunan utama.
Bagi anda yang ingin berkunjung ketempat yang satu ini, alamat lengkap dari Klenteng SamPo Kong ini berada di Kota Semarang tepatnya di Jl.Simongan No.129, Bongsari.
Bangunan ini akan tampak semakin cantik dan bersinar terang dengan lampu yang telah disediakan sedemikian rupa pada malam hari.
Selain melihat bangunan klenteng & mempelajari nilai sejarah yang bisa di ambil, di tempat ini anda juga bebas untuk berfoto namun tentunya tidak pada bagian dalam klenteng ya!.
Hal ini ditujukan agar mereka yang tengah beribadah dapat menjalankan sembahyangnya dengan lebih khusyu, tanpa ada gangguan kamera.
Bahkan Klenteng ini pun menyediakan denah yang menjadi spot khusus, yang instagramable banget, untuk mengambil gambar terbaik dengan kamera anda.
Tak hanya sekedar berselfie & mengeksplorasi kawasan Klenteng saja, disini anda juga bisa menyewa beberapa pakaian yang memiliki tampilan khas negeri tiongkok untuk menunjang hasil fotografi anda.
Bagi yang kebetulan tidak memiliki kamera dslr maupun slr, tidak perlu khawatir karena di Klenteng ini juga tersedia jasa fotografi yang pastinya ciamik banget hasilnya! Hahaha.
Cara Menuju Lokasi❤️
Bagi anda yang ingin datang ke tempat ini & kebetulan tengah berlibur di kota semarang, dapat langsung mengarahkan kendaraan anda menuju Jl.Sriwijaya menuju RSUP. Dr. Kariadi.
Namun pada pertigaan yang akan membawa anda ke RSUP, anda harus berbelok ke kiri menuju jalan Kaligarang & berbelok lagi setelah tiba di pertigaan yang mengarah ke Simongan, dari situ anda sudah dekat dengan tujuan.
Untuk anda yang berkendara dari jogja, dapat mengarahkan kendaraan anda menuju magelang kemudian teruskan menuju ambarawa.
Dari situ anda perlu mengarahkan kendaraan anda menuju ungaran, melalui Yayasan Buddhagaya & terus hingga menuju rute yang sama dengan arah RSUP hingga tiba di tujuan.
Untuk mudahnya, anda dapat menggunakan petunjuk arah dengan bantuan google maps baik itu menggunakan rute non tol untuk sepeda motor maupun menggunakan rute yang melalui tol.
Sementara bagi anda yang kebetulan menggunakan kereta api, anda bisa turun di stasiun tawang & untuk lebih mudahnya dapat menyewa kendaraan pribadi seperti motor maupun mobil.
Dari situ anda bisa mengarah menuju Jl. Pemuda, kemudian lurus terus hingga melewati Lawang sewu, ambil jalur lurus terus hingga melewati RSUP. Dr. Kariadi & menggunakan rute yang sama hingga tiba di Klenteng SamPo Kong.
Sekedar tips bagi anda yang ingin berkunjung ke tempat ini, ada baiknya berkunjung pada malam hari agar lebih terlihat cantik ataupun pada hari besar seperti imlek sehingga anda bisa menonton pertunjukan barongsai secara langsung.
Sementara bagi anda yang ingin mengunjungi destinasi wisata lainnya, bisa mencoba ke Borobudur, lawang sewu, simpang lima, kota lama, gereja blenduk & masih banyak lagi destinasi wisata yang lainnya.
Jadi tunggu apalagi? Yuk kunjungi Klenteng yang penuh dengan sejarah ini & bawa diri anda seolah berada di negeri tiongkok, visit Klenteng Sam Po Kong, Visit Semarang!
Rozy –
Luar biasa………………walau hanya membaca seolah-olah sudah berada di lokasinya…
Lebih hebat kali jika langsung datang ke lokasi..
Mantab…infonya
Rozy –
Bisa dijadikan destinasi pluralisme umat beragama ……………… yuk kita ajak anak-anak kita untuk belajar sejarah cheng ho yang muslim taat..tetapi menghargai orang yang beda keyakinan… bahkan tempat ibadahnya didesain budaya leluhurnya… Gus Dur Titisan Laksamana Cheng Ho …. di Indonesia
Wafiq Ashraf Zakariyya (pemilik terverifikasi) –
Jika menang giveaway ini, janji saya akan… tetap rendah hati dan tidak sombong (di depan kamera).
Sadiq Hakim Rizwan (pemilik terverifikasi) –
Saya tidak pernah menang undian, kecuali undian napas setiap hari. Semoga giveaway ini jadi awal yang manis!
Farras Hazim (pemilik terverifikasi) –
Jika menang giveaway ini, saya akan rayakan dengan… tidur lebih awal. Kesehatan itu penting!